Friday, September 22, 2006

KANGEN BUNDA

Menjelang puasa begini, aku jadi kangen Bunda...

Dulu, waktu Bunda masih ada, menjelang puasa -sama seperti menjelang lebaran-, pasti rumah selalu meriah dan penuh kehebohan di dapur. Biasanya, sehari sebelum puasa, Bunda udah repot belanja ke pasar (walaupun tiap hari juga Bunda belanja ke pasar sepulang jam kantor dan masak sore-sore buat makan malam kami serumah) dengan belanjaan yang lebih ekstra dari hari-hari biasa.

Bunda berasal dari Meulaboh dan tumbuh besar di Banda Aceh. Dalam kultur di mana Bunda di besarkan, puasa dan hari raya adalah saat yang sangat sakral dan selalu disambut riang gembira. Nggak ada cerita menyambut puasa cuma santai-santai aja. Ada tradisi tak tertulis buat banyak keluarga Aceh, bahwa kalau puasa itu, apalagi hari pertama, menu harus spesial. Kalau biasanya menunya cuma ikan-ikanan, maka saat puasa, menu berbahan dasar daging harus ada dan bisa dalam beberapa olahan. Udah rendang, ada kari, ada sie rebuh (daging yang dimasak dengan cabe merah, bawang putih dan cuka yang bisa awet agak lama dan makin enak setelah dipanaskan berulang ulang), trus juga ada semur dan gule kurma untuk anak kecil yang tidak tahan pedas. Itu belum lagi ditambah dengan beragam sayuran dan makanan pendamping lain. Pokoknya heboh, boh, boh, boh....

Makanya, ketika berkeluarga, Bunda juga menerapkan cara yang sama ketika Ramadhan menjelang. Pada hari sebelum puasa yang biasa kami sebut 'meugang', ya itu tadi kehebohan di dapur kecil rumah kami pasti terjadi dan sudah pasti, menu spesial yang bakal tersaji di sahur pertama. Dan aku selalu bersemangat bangun sahur, bahkan kadang sampe nggak bisa tidur. Padahal, semangatnya cuma seminggu pertama aja. Begitu minggu kedua dan selanjutnya, boro-boro mau makan dengan semangat, mau bangun aja malesnya minta ampun. Bisanya aku cuma bangun sebentar, minum segelas air putih dan....ambruk lagi di tempat tidur.

Kembali ke soal Bunda, ya begitu itu, Bunda selalu menjadikan puasa sebagai sebuah momen yang layak dirayakan dan disambut dengan segenap kegembiraan. Padahal, bukan tidak mungkin, di saat yang sama Bunda sedang tidak punya uang karena tanggung bulan dan belum gajian. Tapi nyaris tak satu Ramadhan pun terlewat tanpa hidangan spesial. Buatku sendiri, sebenarnya Ramadhan tidak harus selalu disambut dengan pesta pora. Tapi mungkin, Bundaku akan merasa bersalah kalau hanya menyajikan ceplok telur di meja makan kami di sahur pertama. Kalau kuingat hal itu sekarang, saat aku juga sudah berkeluarga, aku jadi sering ingin menangis. Sebab, perasaan untuk memberikan yang istimewa buat keluarga di sahur pertama dan hari raya memang muncul begitu saja, sama seperti Bunda.

1 Comments:

At 6:41 PM , Anonymous Anonymous said...

jadi kangen bunda juga, kangen pajri, kangen pakis, dan yang utama, kangen memasak bersama di pagi buta...

memang ada yang selalu tinggal, dan serasa dekat, di dalam kenangan...

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home