Friday, December 16, 2005

Kemarin, ada cerita duka dari seorang sahabat.
Kepergian sahabatnya yang mendadak, dengan cara yang mengenaskan menyobek hatinya
Sampai jadi serpihan.
Ia berduka, seperti merasakan sakit, perih dan dinginnya pagi di hari kecelakaan
Ia sedankan kesedihannya padaku..'Kenapa adis begitu cepat pergi? Dia orang baik....' sesalnya.

Aku cuma bisa menghibur sahabatku dengan mengatakan bahwa takdir akan selalu hal terbaik yang diberikan Allah pada hambaNya. Bahwa, kematian yang terlihat begitu menyakitkan bisa saja sebuah perjalanan menyenangkan yang penuh cahaya bagi yang pergi. Mungkin Allah mengambil tiba-tiba, karena Dia merasa itulah saat terbaik seorang hamba menghadapNya. Dia tak ingin batu yang telah terasah menjadi intan kembali menjadi batu. Sepertinya banyak yang aku katakan...Atau aku cuma diam mendengarkan dan bicara dalam hati? Aku lupa...

Setelah menutup telfon, aku tertegun...
Membayangkan apa rasanya menjumpai kematian...
Seringkali aku bertanya dalam hati, apakah aku akan berani menghadapi kematianku
Kelak, jika waktunya tiba...
Aku selalu takut membayangkan betapa asingnya tanah yang kuinjak sesaat setelah ruhku melesat dari jasad.
Aku kerap membayangkan, apa rasanya ketika nyawaku mulai ditarik perlahan, sakitkah?
Beranikah aku menghadapi Izrail, malaikat pencabut nyawa yang ditugaskan mempensiunkan aku dari hidupku?
Kematian benar-benar membuatku ngilu...

Jangankan berani berpikir akankah aku mati dalam khusnul khatimah, mati dalam keadaan tenangpun seperti sebuah kemewahan buatku...
Duh, Allah...
Mati seperti apa yang Engkau hadiahkan buatku nanti?