Monday, November 12, 2007

MEMULAI BABAK BARU

Dini hari tadi, seorang teman mengirimkan SMS ke ponselku. Isinya mengabarkan bahwa ia baru saja 'menemukan cinta' pada sosok istrinya. Hmmm...maksudnya, selama setahun menikah, temanku itu merasa belum yakin dengan pilihannya. Ia masih terombang ambing antara cinta 'sejati' yang tertinggal dalam diri teman masa kecilnya. Alhasil, ia mengaku menikah hanya berdasarkan logika dan sebuah alasan logis bahwa sudah saatnya dia menikah.

Maka menikahlah temanku itu setahun lalu dan dua bulan silam, mereka baru saja menyambut kehadiran putri pertamanya. Sampai saat itu pun, kebimbangan masih kerap menyambanginya. Ingatan tentang cinta yang tertinggal masih sering berkelana menyambanginya. Sampai suatu hari, ia menyadari bahwa apa yang ia miliki saat ini sebenarnya adalah jawaban atas impiannya. Ia seperti tersadarkan kalau istri dan anaknya adalah berkah. Beberapa hari terakhir, SMS sahabatku memang sedikit berubah bunyi.

Isinya yang dulu seringkali berisi gugatan mellow -kami menyebut aktifitas mellow itu sebagai nglangut- maka belakangan, isi pesan temanku itu lebih banyak tentang ketakjubannya atas rasa yang ia temui tentang diri sang isteri. Dalam SMSnya dini hari tadi, dia bilang, "Kok bisa ya aku begitu bodoh membuang waktu setahun untuk menemukan bahwa apa yang kuharapkan selama ini sebenarnya sudah ada dalam diri isteriku?"

Aku terus terang tak punya jawaban untuknya. Aku tak tahu mengapa ia harus mengalami itu.Tapi aku bersyukur dia menemukan itu. Maka kubalas pasannya pagi ini dengan sepenggal kata yang entah apakah bermakna untuknya. Kataku, "Bersyukurlah karena kamu hanya butuh setahun untuk menemukan cintamu, karena banyak orang yang bahkan sudah lebih dari dua windu pun masih belum menemukannya. Tidak perlu menyesali apapun karena yang terjadi memang harus dilewati. Datarlah menerima apapunkarena semua berubah, datang dan pergi."

Begitulah... Aku pun tidak tahu apa itu benar. Aku pernah menemukan cinta, lalu kehilangan cinta, lalu menemukannya lagi untuk menyadari bahwa aku akan kehilangan lagi. Jadi, adakah alasan bagiku untuk tak menerima segala hal dengan datar. Karena sebua berubah tiap kali. Tiap cerita selalu berakhir dan kita harus siap memasuki babak baru dengan cerita yang entah bagaimana dituliskan alam untuk kita.