Pada kunang-kunang yang kerap datang
Selalu kudapati rautmu dan senyum malu itu
Kutepis bayanganmu meski kerap tak berhasil
Aku kehilangan puisi pada banyak kali
Tak kutemui aksara yg membuatku bisa merangkai kata
Entah ke mana larinya rima dan bunyi
Mungkin pergi bersama luka dan aku tak kenan mengenangnya
Tak ingin lagi tertambat terlalu kuat melekat
Sebab aku selalu nyaris mati tercekik
Jadi kubiarkan rasa itu menunggu dan meragu
Kulatih dia utuh dalam separuh, rapuh
Biar aku sadar hati bisa pecah terpelanting kapan saja
Karena semua rindu dan rasa sejatinya fatamorgana
Maka tiap kali kunang-kunang itu datang memendarkanmu di kepalaku
Kulontarkan mantra penghalau igau: aku harus tetap terjaga